Ketika pertama kali saya memasuki dunia perkuliahan di jurusan jurnalistik, ada satu hal yang segera menarik perhatian saya: penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Sebelumnya, saya cenderung menggunakan bahasa sehari-hari tanpa terlalu memikirkan apakah kata yang saya gunakan sudah sesuai dengan aturan bahasa yang benar. Namun, perkuliahan membuka mata saya bahwa ada banyak kosa kata baku yang berbeda dari kebiasaan saya selama ini.
Salah satu contoh sederhana yang mengejutkan saya adalah
kata "idulfitri". Sebelum saya belajar lebih dalam mengenai bahasa
baku, saya selalu menulisnya sebagai "Idul Fitri," dengan huruf
kapital di setiap kata dan dipisah. Namun, ternyata penulisan yang benar
menurut aturan bahasa Indonesia yang baku adalah "idulfitri," tanpa
dipisah dan hanya huruf kapital di awal. Contoh ini menjadi salah satu titik di
mana saya menyadari bahwa bahasa Indonesia memiliki aturan yang kadang tidak
kita sadari, tetapi penting untuk diterapkan, terutama dalam dunia jurnalistik.
Selain itu, saya juga menemukan beberapa kosa kata lain yang
sering kali saya salah gunakan. Sebagai contoh, saya terbiasa menulis
"aktifitas," yang ternyata bakunya adalah "aktivitas."
Begitu juga dengan kata "resiko" yang ternyata yang benar adalah
"risiko." Perubahan kecil seperti ini mungkin tampak sepele, tetapi
dalam konteks jurnalistik atau komunikasi formal, kesalahan kecil bisa
mempengaruhi kredibilitas tulisan.
Perubahan lain yang saya pelajari adalah tentang penulisan
istilah asing yang sudah diadopsi dalam bahasa Indonesia. Misalnya, saya dulu
menulis "analisa," padahal yang benar adalah "analisis."
Penyesuaian ini tampaknya kecil, tetapi berfungsi untuk menunjukkan konsistensi
dalam penggunaan bahasa yang baku.
Selain itu, saya juga belajar tentang perbedaan antara
penulisan gabungan kata dan kata majemuk. Contoh lain adalah kata
"kerjasama," yang dulu saya tulis sebagai satu kata, tetapi setelah
dipelajari lebih lanjut, penulisannya yang benar adalah "kerja sama,"
karena merupakan dua kata terpisah dengan makna masing-masing.
Kesadaran akan pentingnya penggunaan bahasa yang baku
semakin terasa ketika saya mulai menulis artikel atau tugas akademik. Saya
menyadari bahwa dalam karya jurnalistik, menjaga konsistensi dan ketepatan
penggunaan bahasa adalah salah satu aspek penting yang harus dikuasai. Setiap
kata, setiap tanda baca, semuanya memiliki aturan yang harus diikuti untuk
menjaga kualitas tulisan.
Proses ini tentu tidak terjadi dalam semalam. Ada banyak
kosa kata yang harus saya pelajari dan biasakan, serta revisi yang perlu
dilakukan ketika saya melakukan kesalahan. Namun, seiring berjalannya waktu,
saya mulai terbiasa dengan penggunaan bahasa yang baku dan sesuai dengan EYD
terbaru. Kini, saya merasa lebih percaya diri saat menulis, karena saya tahu
bahwa bahasa yang saya gunakan sudah lebih tepat dan sesuai dengan standar yang
berlaku.
Pada akhirnya, belajar menggunakan bahasa yang baku bukan
hanya tentang mengikuti aturan, tetapi juga tentang menghargai bahasa kita
sendiri. Saya menyadari bahwa bahasa Indonesia memiliki kekayaan yang luar
biasa, dan dengan menggunakan bahasa yang benar, saya turut menjaga
kelestariannya.