![]() |
Ilustrasi/copyrightshutterstock/metamorworks |
Putus
cinta memang tidak mudah dan terasa menyakitkan. Meskipun beberapa orang dapat
menerima kenyataan dan cepat bangkit dari kesedihannya, namun ada pula yang
sampai mengalami depresi. Ternyata, putus cinta dapat menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan mental, apalagi bila terjadi pada remaja yang masih
labil.
Beberapa
kali saya menemukan remaja yang depresi bahkan hampir berniat untuk bunuh diri
akibat putus cinta. Mengapa demikian?
Menurut
Atrup dan Anisa (2019), seseorang akan mengalami rasa kekecewaan pasca putus
cinta ketika ia susah melupakan orang yang dicintainya. Saat ia tidak bisa
melupakannya maka dalam dirinya akan selalu timbul rasa kecewa sehinga akan
membuat pikiran dan perilaku tidak terkontrol, sehingga akan memperburuk
keadaan fisik maupun mental.
Komnas
perlindungan anak (PA) mengeluarkan data bahwa selama rentang waktu awal 2012
hingga Mei 2012, ditemukan 20 kasus anak bunuh diri pada usia 13-17 tahun.
Mengenai penyebabnya, komnas PA menyatakan, delapan kasus bunuh diri anak atau
remaja disebabkan oleh putus cinta, tujuh karena faktor ekonomi,
empat dilatarsbelakangi oleh disharmonisasi keluarga, dan satu kasus karena
sekolah.
Dari
data statistik ini dapat dilihat bahwa kasus bunuh diri remaja di Indonesia
didominasi oleh faktor putus cinta. Bunuh diri merupakan salah satu bentuk
stres berujung depresi yang ditunjukkan para remaja pasca putus cinta. Sebuah
fenomena yang terjadi pada bulan April 2024 adalah seorang remaja putra berinisial
MDAM (18) ditemukan tak bernyawa dengan kondisi leher menggantung di rumahnya, diduga
ia sengaja bunuh diri karena frustrasi akibat putus cinta dengan kekasihnya.
Waspada
Dampak Negatif Akibat Putus Cinta
Ada
beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya dampak-dampak negatif setelah
seseorang mengalami putus cinta. Mungkin selama berpacaran, ia selalu
menggantungkan kebahagiannya pada pasangannya. Jadi saat hubungannya kandas,
kebahagiannya pun juga ikut kandas.
Bisa
juga karena faktor keluarga yang kurang harmonis, mengapa demikian karena orang
yang berada di keluarga kurang harmonis cenderung bergantung kepada
pasangannya. Ia menganggap pasangannya adalah hidupnya.
Sehingga,
ketika seseorang tersebut berekspektasi dan putus cinta, maka seseorang
tersebut akan merasakan ketidakstabilan emosi seperti marah, sedih, dan kecewa
juga perasaan kacau hingga perasaan kebencian.
Jika
rasa sakit hati dan sedih yang muncul akibat putus cinta tak kunjung membaik. Seperti
perasaan tidak berharga, kesedihan yang berlarut-larut, putus asa dan kesepian.
Kondisi ini perlu diwaspadai dan berbahaya bagi remaja karena cenderung masih
labil dalam berpikir. Segera pergi ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut jika kondisi tersebut sudah mengganggu kehidupan sehari-hari.
Mengatasi
Putus Cinta
Remaja
yang ingin memulai sebuah hubungan lebih dekat dengan lawan jenisnya harus
terlebih dahulu memiliki kematangan emosi yang baik dalam dirinya, dengan
kematangan emosi yang baik, para remaja mampu mengatasi segala permasalahan
yang akan timbul dan mampu mengotrol emosi negatif dalam diri masing-masing
individu serta mengubahnya menjadi emosi positif salah satunya dalam bentuk
rasa bahagia atau kebahagiaan.
Sehingga,
ketika remaja tersebut putus cinta ia dapat memvalidasi perasaanya dan lebih
mudah untuk bangkit dari rasa sedih yang sedang ia alami. Hendaknya remaja
tersebut dapat berpikir bahwa putus cinta merupakan hal yang dapat menjadikannya
sebagai pribadi yang dewasa, serta memberikan kesempatan bagi orang-orang baru
yang lebih baik untuk membahagiakannya, lebih dari pasangan sebelumnya.