Galak yang Baik

 

Waktu itu perkuliahan saya memasuki semester dua. Dari awal sudah ada kabar burung kalau kelas saya nanti akan diajar oleh beliau. Dan ternyata benar saja, saat pembagian jadwal mata kuliah, beliau ada di salah satu nama dosen yang mengajar kelas saya.

Beliau ini terkenal dosen yang galak, tegas dan berani. Saat pertama kali pembelajaran mata kuliah beliau, saya merasa cemas dan takut bukan main. Entah apa yang saya cemaskan pada waktu itu, intinya dada saya deg-degan terus menerus menunggu beliau masuk ke kelas. Mungkin karena ada sugesti dari omong-omongan kakak tingkat.

Perkuliahan pun dimulai, beliau langsung membuka kelas dengan menceritakan sedikit tentang perjalanannya menjadi seorang fotografer. Tak heran, pembawaan beliau yang tegas dan disiplin seperti anggota TNI membuat stigma galak melekat pada dirinya.

Setelah beberapa kali pertemuan, baru saya dapat merasakan bahwa tenyata beliau tidak segalak apa yang saya pikirkan. Hanya saja, beliau memang sangat tegas untuk hal-hal yang menurutnya tidak sesuai aturan. Menggoyangkan kaki terlalu sering saja bisa langsung ditegur oleh nya. "Amanda, kakinya bisa diem gak?! Besok-besok saya bawa lakban ya!", katanya dengan nada tinggi khas beliau.

Pokoknya selama perkuliahan beliau berlangsung tidak ada yang aneh-aneh. Semua duduk diam dan kondusif karena takut kena tegur olehnya. Disetiap pertemuan, beliau sering sekali bercerita tentang pengalaman hidupnya.

Seperti menjadi fotografer panggung band Slank dan Godbless. Juga bercerita ketika beliau menjadi Humas Persatuan Gantole dan Para Layang Indonesia pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, hingga bercerita tentang ayahnya yang tidak mengizinkan beliau untuk menekuni bidang fotografi.

Diam-diam saya takjub dengan pengalaman-pengalaman yang sudah beliau lalui. Meskipun beliau lahir dari keluarga yang berkecukupan karena ayahnya merupakan seorang diploma dan pendiri perusahaan koran sore pertama di Indonesia, tidaklah membuat beliau menjadi anak yang manja.

Banyak ilmu-ilmu tersirat yang beliau berikan kepada para mahasiswa, terutama saya. Saya merasa, beliau bersikap tegas dan disiplin -atau sering kami anggap galak- itu tujuannya baik. Beliau ingin kami semua bisa bekerja dengan baik dan benar pada saat setelah lulus nanti. Beliau juga ingin mental kami sudah kuat untuk menghadapi tantangan yang akan datang karena dunia pekerjaan akan lebih berat daripada dunia perkuliahan.

Kelas pertemuan terakhir datang juga. Selesai kelas, beliau menyampaikan pesan-pesan dan permohonan maaf bila ada kesalahan pada saat perkuliahan. Pada saat itu ada perasaan senang yang muncul, akhirnya bisa melewati masa perkuliahan yang selalu tegang itu dengan baik.

Tetapi setelah beberapa waktu, tepatnya pada saat malam di hari yang sama. Grup yang ada di Whatsapp ramai ketika salah satu teman saya mengirim pesan yang berisi “Sedih, udah gak akan ketemu Pak Tagor lagi” lalu dilanjut dengan pesan-pesan lain yang serupa. Iya, benar, beliau yang dimaksud itu Pak Drs. Tagor Siagian, M.Si, dosen pengajar mata kuliah Fotografi Berita di Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, Politeknik Negeri Jakarta.

Malam itu mata saya berkaca-kaca ketika ikut nimbrung mengetik pesan di grup. Galak dan tegasnya Pak Tagor itu beralasan, beliau ingin kami sukses dan menjadi yang terbaik. Semua ilmu yang beliau berikan tidak pernah setengah-setengah, beliau selalu sungguh-sungguh dalam pekerjaannya.

Yang juga kami sesali, hari itu kami tidak melakukan foto bersama karena beliau sempat marah karena ada yang belum mengerjakan tugas UAS padahal waktu sudah sedikit lagi. Satu pesan muncul lagi di grup Whatsapp, katanya “Semester depan kalau kita papasan dengan beliau minta foto bersama ya!”

Semester dua sudah selesai dan masuklah saya di semester tiga. Hari pertama masuk kuliah, saya dikejutkan dengan kabar kalau ternyata Pak Tagor sudah tidak lagi mengajar di TGP. Rencana foto bersama kalau papasan dengan beliau pun gugur.

Entahlah apa yang membuatnya sudah tidak mengajar lagi di jurusan saya, namun sampai saat ini beliau masih rajin mengirimkan informasi-informasi seputar lomba atau kegiatan fotografi yang bisa diikuti oleh para mahasiswa. Benar, Pak Tagor tidak pernah pelit ilmu.

Kangen deh dengan masa-masa tegang perkuliahan dan suara bentakannya, hehehe…bercanda ya pak. Sudah lama juga tidak melihat stiker pisang Sunpride dibelakang handphonenya, apakah masih tertempel?

Sampai jumpa di lain kesempatan lagi Pak Tagor Siagian, semoga selalu diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Terima kasih untuk ilmu-ilmu yang sudah bapak berikan. Suatu kebanggaan pernah diajar oleh orang hebat seperti bapak.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama