Menulis Puisi Memang Tidak Pernah Mati

       

newsnesia.id
(Foto: newsnesia.id/kumpulan-sajak-penyair-pulo-lasman-simanjuntak)

           Jakarta, Media Kota – Pulo Lasman Simanjuntak adalah seorang penyair yang saat ini sedang menjabat sebagai pemimpin redaksi beritarayaonline.co.id. Ia datang ke acara Senja Berpuisi karena mendapat undangan melalui media sosial dari para penyelenggara acara Senja Berpuisi ini. Pulo Lasman Simanjuntak juga termasuk salah satu anggota dari komunitas PDS H.B. Jassin. Ia datang sebagai penonton dan belum sempat untuk berpartisipasi membaca puisi.

“Saya sangat mengapresiasi acara senja berpuisi ini. Acara ini sangat luar biasa, karena menampilkan bukan hanya penyair-penyair senior tetapi para penyair pemula juga diberi kesempatan untuk tampil.” ujar Lasman.

Lasman mengatakan, ia sangat merasa berkesan karena acaranya diadakan di selasar seperti ini. Meskipun pada awalnya banyak gangguan seperti ada yang sedang latihan drumband, tetapi pada saat acara ingin dimulai semua bisa dihentikan dan bisa fokus ke penampilan acara Senja Berpuisi ini.

“Di acara Senja Berpuisi ini juga bukan hanya menampilkan tentang puisi saja. Selama saya menonton dan mengikuti acara ini, ada penampilan teater, seni tari, seni musik, seni Lukis dan di akhiri dengan parade senja membaca puisi.” ungkap Lasman.

Hal ini dikatakan oleh Pulo Lasman Simanjuntak pada acara Senja Berpuisi episode 13 “Dunia Mimpi Peradaban Jaman” hasil wawancara langsung dari Selasar PDS H.B Jassin, Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki, Cikini Raya 73, Jakarta Pusat, Sabtu (22/10/2022).

Lasman juga mengatakan bahwa ia senang menonton semua pertunjukkan yang ditampilkan. Karena ia bukan hanya sekedar menonton tapi juga sambil belajar. “Ternyata membaca puisi itu tidak gampang. Membaca puisi itu bukan hanya sekedar membaca, harus ada emosi yang mendukung dan tidak semua penyair bisa membaca puisi seperti deklamator-deklamator ini.” ujar Lasman.

Menjawab pertanyaan dari Media Kota tentang perbedaan puisi dulu dan sekarang, Lasman mengatakan yang paling terlihat perbedaannya adalah dalam hal publikasi. “Kalau dulu jika ingin mempublikasikan puisi itu susah, hanya ada koran atau majalah. Bahkan kadang-kadang tidak dimuat dan berakhir di tempat sampah. Kalau sekarang, jika ingin mempublikasikan puisi sudah enak. Karena sudah ada media sosial seperti Instagram dan Facebook yang di dalamnya terdapat komunitas-komunitas sastra.” ujar Lasman.

Lasman juga mengungkapkan bahwa proses kreatif yang ia jalani berubah ubah. Saat menjadi mahasiswa, ia menulis tentang cinta. Lalu saat tahun 2000an ia bergeser menulis puisi rohani Kristen. Kemudian sekarang ia sedang menyuai menulis puisi tentang alam. “Saat saya mengalami cawan lebur penderitaan, inspirasi itu mengalir deras dan mengahsilkan banyak puisi-puisi yang dibuat dengan pemilihan diksi yang sangat luar biasa.” ujar Lasman.

Lasman juga memaparkan ia mempunyai motto hidup yang berbunyi “menulis puisi memang tidak pernah mati”. Ia mengatakan “Kalau ajal sudah menjemput saya, baru saya berhenti menulis puisi.” papar Lasman.

Menonton acara seperti Senja Berpuisi ini, Lassman merasakan kepuasan batin tersendiri. Kedepannya ia sedang mempersiapkan antologi puisinya yang ke-8. Yang berjudul “Bila Sunyiku Ikut Terluka”, isi yang ia angkat menurut pengalaman-pengalaman hidupnya. Ia juga mengatakan kalau ia ingin tampil di hadapan audiens.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama